TEORI
PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI
A.
Pengertian Pedagogi
Dasar teori-teori dan asumsi itulah
kemudian tercetus istilah “pedagogi” yang akar-akarnya berasal dari bahasa
Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin.
Kemudian Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi
diartikan secara khusus sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar
kanak-kanak”. Akhirnya pedagogi kemudian didefinisikan secara umum
sebagai “ilmu dan seni mengajar”.
Pedagogi secara literal adalah seni dan ilmu
pengetahuan tentang mendidik anak-anak dan sering digunakan sebagai sebuah
sinonim untuk suatu pengajaran. Secara lebih tepatnya, pedagogi mewujudkan
pendidikan yang berfokuskan guru.
Dalam
suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat keputusan
tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari, dan kapan
ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.
Guru-guru
yang hebat dijaman kuno, mulai dari Confusius hingga Plato tidak mengajar cara
teknik yang bersifat autoritarian tersebut. Perbedaan yang ada antara apa yang
kita ketahui dari gaya-gaya guru yang hebat-hebat, namun, mereka masih
memandang pembelajaran sebagai sebuah proses dari pencapaian yang aktif; dan
bukan suatu penerimaan secara pasif. Dengan mempertimbangkan hal ini, suatu hal
yang mengejutkan bahwa pemebalajaran yang berfokuskan pada guru menjadi sesuatu
yang mendominasi pendidikan.
Sebuah
penejelasan bagi pendekatan yang berfokuskan guru kembali kita ke jaman
Calvinist yang percaya pada kebijaksanaan adalah sesuatu yang jahat.Mereka
mendampingi/mendukung para dewasa untuk mengarahkan, mengontrol, dan akhirnya
pembelajaran anak-anak agar mereka tetap bodoh/lugu.
Teori
lainnya mempertahankan bahwa sekolah-sekolah pada abad ke-7, di organisir untuk
mempersiapkan anak muda untuk menjadi kependetaan. Ditemukan bahwa indoktrinasi
merupakan cara yang paling ampuh untuk menanamkan suatu keyakinan/kepercayaan.
Beberapa abad kemudian, sekolah yang diorganisisr tersebut menerapkan suatu
pendekatan yang sama meskipun hasilnya menjadi sesuatu yang tidak membuat orang
bodoh/lugu dan juga tidak membuat orang menyendiri/tertutup.
Jhon
Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan potensinya.Dewey
menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari pada suatu
pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal.Ia percaya bahwa,
anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari pada instruksi
yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat pendidikan
yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsif bahwa pembelajaran adalah
hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan terhadap pendidikan itu
sendiri.
Pendidikan
dewasa juga telah menjadi korban dari model yang dipusatkan pada guru. Pada
tahun 1926, Asosiasi Pendidikan Dewasa Amerika mulai dan dengan cepat mengkaji
cara yang lebih baik untuk mendidik orang dewasa. Yang dipengaruhi oleh Dewey,
Edwar C. Linderman menulis dalam arti dari pendidikan dewasa.
Sistem
akademik kita telah tumbuh dengan tatanan yang berlawanan arah.Subjek dan guru
merupakan titik awal.Sedangkan pelajar menjadi sesuatu yang di nomor duakan. Di
dalam pendidikan yang konvensional si pelajar dituntut untuk menyesuaikan
dirinya kepada suatu kurikulum yang telah terbuat secara baku. Sangat banyak
pembelajaran terdiri dari pergantian “vicarious” (seperti merasakan sendiri
dari pengalaman orang lain) dari penglaman seseorang dan ilmu pengetahuan
seseorang. Ilmu psikologi mengajarkan kita bahwa kita belajar apa yang kita
lakukan …. Pengalaman adalah texs book pembelajaran yang paling hidup bagi
pelajar.
Sayangnya,
hanya beberapa dari teori Dewey dan Linderman dapat diterapkan dalam
pembelajaran modern baik itu untuk anak-anak maupun dewasa.Satu abad setelah
Dewey mengusulkan pendidikan yang berfokuskan pada siswa, hampir semua
pendidikan formal juga masih berfokuskan pada guru.
Sebagai
akibatnya, banyak pelajar meninggalkan sekolah dan kehilangan minat dalam
pembelajaran.Bahkan seorang guru yang berniat baikpun dapat memadamkan insting
pembelajaran yang bersifat alami dengan mengontrol lingkungan
pembelajaran.Dengan orang dewasa, beberapa memandang pembelajaran sebagai suatu
kegiatan yang melahkan dan membosankan.
Dalam
usaha untuk memformulasikan suatu teori pemebelajaran dewasa yang komprehensif,
Malcolm Knowels, tahun 1973, menerbitkan sebuah buku tentang “Siswa dewasa” :
Suatu spesis yang terlantarkan. Membangun dari apa yang telah dilakukan
Linderman, Knowels menegaskan bahwa orang dewasa membutuhkan kondisi-kondisi
tertentu untuk melakukan pembelajaran. Ia meminjam instilah andragogi untuk
mendefinisikan dan menjelaskan kondisi-kondisi tersebut.
B.
Pengertian Teori Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner",
dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti
membimbing atau membina.
Andragogi, pada mulanya diartikan sebagai : seni dan ilmu
yang bertugas untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini
mendefinisikan suatu alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan
yang berfokuskan pada siswa untuk semua umur.
Model
andragogi menegaskan bahwa lima permasalahan yang harus diperhatikan dan
dibahas dalam pembelajaran formal. Mereka adalah : 1). Dibiarkan siswa mengenal
sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari, 2). Peragakan pada siswa
bagaimana untuk mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi, dan 3).
Hubungakan topik tersebut dengan pengalaman siswa itu sendiri. 4). Orang tidak
akan belajar apa-apa kecuali jika mereka siap dan termotivasi untuk belajar.
5). Dan sesuatu yang sering, perlu membantu mereka jika ditemui kendala seperti
sikap dan kepercayaan tentang pembelajaran.
Sayangnya,
andragogi disebut dalam teks pendidikan sebagai cara dewasa belajar. Knowels
sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi terterapkan secara seimbang
baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan yang mendasar yaitu anak-anak
memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada orang dewasa
Dalam
jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang berbasiskan guru
menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan. Penundaan atau
menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk belajar/mempelajari
teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang kompetitif.
Bagaimana
kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan informasi seperti itu
jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan apa yang seharusnya
dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan kapan yang akan
dipelajari ?
Meskipun
cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun sebagian besar
dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu.Untuk sukses, kita harus
meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru kita.
Kita
harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri dan
menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa.Untuk mengetahui
tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.
Pembelajaran orang dewasa menurut Knowles bahkan dapat
bertolak dari pedagogi kepada andragogi. Tentang cara belajar orang dewasa,
Knowles memiliki asumsi sebagai berikut:
1-
Orang dewasa perlu dibina untuk mengalami perubahan dari kebergantungan kepada
pengajar kepada kemandirian dalam belajar. Orang dewasa mampu mengarahkan
dirinya mempelajari sesuai kebutuhannya.
2-
Pengalaman orang dewasa dapat dijadikan sebagai sumber di dalam kegiatan
belajar untuk memperkaya dirinya dan sesamanya.
3-
Kesiapan belajar orang dewasa bertumbuh dan berkembang terkait dengan tugas,
tanggung jawab dan masalah kehidupannya.
4-
Orientasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari berpusat pada bahan
pengajaran kepada pemecahan-pemecahan masalah.
5-
Motivasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari pemberian pujian dan hukuman
kepada dorongan dari dalam diri sendiri serta karena rasa ingin tahu.
Berdasarkan tulisannya di tahun 1993 perbedaan asumsi
pedagogi dan andragogi yang dikemukakan Knowles itu dapat dikemukakan sebagai
berikut:
ASSUMSI DASAR
|
||
Tentang
|
Pedagogis
|
Andragogis
|
Konsep
diri peserta didik
|
Pribadi
yang bergantung kepada gurunya
|
Semakin
mengarahkan diri (self-directing)
|
Pengalaman
peserta didik
|
Masih
harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar
|
Sumber
yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain
|
Kesiapan
belajar peserta didik
|
Seragam
(uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum
|
Berkembang
dari tugas hidup & masalah
|
Oriensi
dalam belajar
|
Orientasi
bahan ajar (subject-centered)
|
Orientasi
tugas dan masalah (task or problem centered)
|
Motivasi
bbelajar
|
Dengan
pujian, hadiah, dan hukuman
|
Oleh
dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)
|
Knowles
(1993) juga melihat perbedaan proses pembelajaran orang dewasa dengan anak-anak
dalam tujuh aspek utama, yaitu suasana, perencanaan, diagnosa kebutuhan,
penentuan tujuan belajar, rumusan rencana belajar, kegiatan belajar dan
evaluasinya.
UNSUR-UNSUR
PROSES
|
||
Suasana
|
Tegang,
rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas
guru, kompetitif dan sarat penilaian.
|
Santai,
mempercayai, saling menghargai, informal, hangat, kerjasama, mendukung.
|
Perencanaan
|
Utamanya
oleh guru
|
Kerjasama
peserta didik dengan fasilitator
|
Diagnosa
kebutuhan
|
Utamanya
oleh guru
|
Bersama-sama:
pengajar dan peserta didik.
|
Penetapan
tujuan
|
Utamanya
oleh guru
|
Dengan
kerjasama dan perundingan
|
Desain
rencana belajar
|
*
Rencana bahan ajar oleh guru
* Penuntun belajar (course
syllabus) dibuat guru.
* Sekuens logis (logical sequence)
pembelajaran oleh guru.
|
*
Perjanjian belajar (learning
contracts)
* Projek belajar (learning
projects)
* Urutan belajar atas dasar
kesiapan (sequenced by
readiness)
|
Kegiatan
belajar
|
*
Tehnik penyajian (transmittal
techniques)
* Tugas bacaan (assigned readings)
|
*
Projek untuk penelitian
(inquiry projects)
* Projek untuk dipelajari
(learning projects)
* Tehnik pengalaman
(experiential techniques)
|
Evaluasi
belajar
|
*
Oleh guru
* Berpedoman pada norma (on a
curve)
* Pemberian angka
|
*
Oleh peserta didik berdasarkan evidensi yang dipelajari oleh rekan-rekan,
fasiltator, ahli. (by learner-collected evidence validated by peers,
facilitators, experts).
* Referensinya berdasarkan criteria (criterion-referenced)
|
C.
Perbedaan antara Pedagogi dan
Andragogi
Lebih detail tentang perbedaan
pedagogik dan andargogi sebagai berikut:
No
|
Asumsi
|
Pedagogik
|
Andragogi
|
1
|
Kosep tentang diri peserta didik
|
Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat
tergantung. Masyarakat mengharapkan para guru bertanggung jawab sepenuhnya
untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan, bagaimana cara
mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai
|
Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses
pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah
memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap individu memiliki
irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda
pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara
kelangsungan perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis
lebih memerlukan penga- rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka
bersifat tergantung.
|
2
|
Fungsi Pengalaman peserta didik
|
Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak
besar nilainya, mungkin hanya berguna untuk titik awal. Sedangkan penglaman
yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari
gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat audio visual
dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam
pendidikan adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan
penyajian melalui alat pandang dengar.
|
Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang
membuat semacam alat penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian
akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri mau
pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti dengan lebih
baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara
pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen,
percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan
simulasi, dan praktek lapangan.
|
3
|
Kesiapan belajar
|
Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan
oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi mereka
karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya diaggap siap untuk
mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus
diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah
penyajian harus sama bagi semua orang.
|
Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia
merasakan perlunya melakukan hal tersebut, karena dengan mempelajari sesuatu
itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat menyelesaikan tugasnya
sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi,
menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu
mereka ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan
kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus
disesuaikan dengan kesiapan peserta didik.
|
4
|
Orientasi belajar
|
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu
proses penyampaian ilmu pengetahuan, dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu
tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh karena itu, kurikulum
harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti
urutan-urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari
yang mudah ke sulit. Dengan demikian, orientasi belajar ke arah mata
pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan keterselesaian nya mata-mata
pelajaran yang telah ditetapkan.
|
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu
proses peningkatan pengembangan kemampuan diri untuk mengembangkan potensi
yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin mampu menerapkan ilmu dan
keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas,
belajar harus disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan
demikian orientasi belajar terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain,
cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan
yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.
|
Sumber: Tamat (1985: hal. 20-22)
great (y) big thanks to u.
BalasHapusthank, sangat membantu !!!
BalasHapusbarokalloh... Terima kasih
BalasHapusNice
BalasHapus