Sebagai orang tua, kita pasti mendambakan
memiliki anak yang sholeh dan sholihah. Dalam realitasnya sebagai orang tua
tidak mudah untuk membuat anak kita sesuai dengan apa yang kita dambakan. Namun
ada yang harus kita lakukan agar anak kita menjadi apa yang kita dambakan,
yaitu dengan menanamkan kejujuran pada anak. Dalam hal ini ada beberapa cara
untuk menanamkan kejujuran pada anak, yaitu:
1 Membentuk Kejujuran dengan Kisah
Perkembangan anak merupakan masa-masa
yang kaya dengan imajinasi dan fantasi. Oleh sebab itu mereka senang jika
diperdengarkan berbagai macam cerita, mereka akan menikmatinya dengan penuh
minat dan kegembiraan. Begitu nikmatnya, kadang anak-anak merasa terlibat dan
membayangkan diri mereka menjadi tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Seringkali hal ini terbawa kedalam dunia nyata anak-anak biasanya ingin tampil
mewakili tokoh cerita yang mereka kagumi. Cerita memang merupakan wahana yang
cukup efektif dalam upaya menumbuhkan sikap dan nilai-nilai dalam diri anak,
apakah sikap dan nilai-nilai itu positif atau negatif. Tentunya sangant
bergantung pada orangtua, sudah barang tentu mereka akan berupaya agar akhlaq
yang baiklah yang bberkembang dalam pribadi anak. Orang tua bias memilih kisah
para nabi dan sahabatnya sebagai bahan cerita dalam rangka ikhtiar memahatkan
kejujuran itu kedalam jiwa anak. Ceritakan kisah Rasullulah yang mendapat
julukan Al-Amin karena kejujurannya. Dan maish banyak kisah lain yang bisa
mendorong tumbuhnya prilaku jujur.
2 Memberikan Pujian dan Penghargaan
Secara Terbuka
Kalau anak mengakui kesalahannya dengan
jujur sebaiknya perhatian orangtua lebih tertuju pada kejujurannya dari pada
terhadap kesalahannya, apalagi jika kemudian memojokan dan mempermalukanya
dihadapan orang lain. Berilah dia pujian yang tulus dan wajar secara terbuka,
misalnya dengan mengatakan Alhamdulillah kamu anak ibu yang jujur, ibu
senang sekali punya anak yang jujur seperti kamu. Andaipun harus memberi
hukuman sebagai konsekwensi perbuatan salahnya usahakan agar penghargaan yang
diberikan lebih terasa dibandingkan hukuman itu sendiri. Hal ini mengingat pada
dasarnya setiap anak lebih menyenangi pujian dari pada hukuman dan mereka
cenderung mengulangi prilaku yang membuat mereka dihargai.
3 Menyikapi Kesalahan Anak dengan Bijak
Seorang anak cenderung akan berbohong
ketika melakukan perbuatan salah, apa bila orangtuanya menyikapi dengan
emosional, apalagi disertai dengan tindakan kekerasan, seperti dalam bentuk
pukulan. Ia akan berlindung dibalik kebohongannya agar selamat dari kemarahan
dan hukuman dari orangtuanya. Oleh karena itu tidaklah bijak menyikapi
kesalahan anak dengan amarah, terlebih lagi kalau kesalahannya itu adalah hal
yang sepele. Apapun bentuknya akan lebih baik kalau prilaku salah anak dihadapi
dengan sikap arif. Beritahu dengan lemah lembut bahwa yang dilakukanya itu
salah kemudian tunjukan apa yang seharusnya diperbuat agar kesalahan tersebut
tidak terulang lagi. Menghukum anak dengan dorongan amarah memang dapat
menghilangkan rasa kesal dalam sekejap namun dampaknya bagi perkembangan jiwa
anak akan sangat patal. Dr. Malak Jenjis dalam bukunya “ Mengapa Anak-Anak
Berbohong” Menurut hasil penelitian para ahli psikologi bahwa 70% anak dari
berbagai macam tingkah laku anak yang bersifat bohong berpangkal pada kekuatan
terhadap hukuman dan tiadanya prasangka baik dari orang-orang dewasa.
4 Memberikan Pemahaman dengan Lembut
Pada usia tertentu yaitu antara empat
dan lima tahun berbohong pada anak jamak terjadi. Kebohongan pada usia ini
disebabkan daya khayal anak yang cukup tinggi. Mereka belum bisa membedakan antara
dunia maya dan alam nyata, apa yang mereka alami dalam mimpi atau didengar dari
cerita akan terbawa kedalam dunia nyata. Misalnya seorang anak mengaku telah
dipukuli oleh pembantunya, padahal anak itu hanya dipukuli dalam mimpi. Atau si
anak bercerita melihat ular yang besar dikamar, ternyata hanya gambar pada
sebuah buku cerita. Bohong dalam bentuk ini tidak perlu dicemaskan, seiring
dengan berjalannya waktu, anak bisa memisahkan antara hayalan dengan kenyataan.
Dengan sendirinya kebohongan ini akan hilang, biarkan anak mengembangkan daya
hayalnya namun memberikan arahan dengan penuh kelembuatan dan kesabaran tetap
diperlukan. Berikan pengertian bahwa antara khayalan dan kenyataan jauh
berbeda. Jangan sekali-kali kita menuduhnya pembual, sebab cap semisal itu
dapat memberikan konsep kepada diri si anak bahwa dirinya memang pembohong.
5 Memberikan Perhatian dan Kasih
Sanyang
Setiap anak mendambakan kasih dan
perhatian yang penuh. Mereka akan bahagia bila mendapatkanya dan akan berusaha
dengan berbagai macam cara untuk mendapatkanya termasuk berbohong. Perlu di
ingatkan bahwa kasih sayang dan perhatian tidak identik dengan uang. Anak-anak
tidak hanya butuh uang tetapi juga perhatian sebagai tempat berbagi rasa yang
dapat mendengarkan dan tempat berlabuh saat mereka kelelahan. Berbohong, walau
dengan alasan untuk merebut perhatian, tetap tidak dibenarkan. Jika dibiarkan
berkelanjutan, bisa berdampak tidak baik bagi kesehatan akhlaq anak.
6 Menanamkan kejujuran Melalui diskusi
Diskusi bagi anak bisa menjadi saran
untuk sharing (tukar menukar) bersama kedua orangtuanya, baik itu tentang rasa,
pengalaman, atau masalah yang dihadapinya. Sementara itu orangtua juga dapat
memanfaatkan diskusi dengan media untuk menanamkan budi pekeriti yang baik.
Dalam suasana yang rilek (santai) kita bisa mengangkat kejadian dan prilaku
keseharian sebagai topik perbincangan. Tentu saja yang ada kaitanya dengan
kejujuran kita coba kemukakan beberapa contoh kejadian dan prilaku jujur
kemudian si anak diminta menanggapinya, setelah itu kita bawa si anak pada
kesimpulan bahwa kejujuran walau sebagaimana pahitnya, melahirkan ketenangan
hati, menumbuhkan rasa percaya diri, dan membuat orang lain percaya pada kita.
Lebih dari itu kejujuran merupakan jembatan untuk dapat mereguk kenikmatan
Surga. Ringkasnya kejujuran dapat membawa rahmat dalam kehidupan. Dampak bagi
kehidupan sosial, kebohongan adalah biang lahirnya beragam kehancuran, bukan
hanya itu kebohongan juga merupakan kendaraan yang akan mengantarkan kepada
kehinaan neraka.
7 Membiasakan Berkata dan Bersikap
Jujur Kepada Anak
Orangtua merupakan tempat identifikasi
anak, apa yang mereka ucapkan dan lakukan akan diserap dan direkam dalam memori
anak untuk kemudian ditirunya. Berpijak pada kenyataan ini orangtua dituntut
untuk senantiasa menjaga nilai-nilai kejujuran dalam seluruh kata dan
perbuatan. Biasakan untuk berkata dan bersikap jujur kepada anak kapan dan
dimanapun. Jawab pertanyaan-pertanyaan anak dengan jujur, iklas dan wajar. Jika
kita perlu dijawab, berikan alasan yang jujur mengapa kita tidak bias
menjawabnya. Tentunya dengan bahasa yang mudah difahami anak. Dalam kehidupan
sehari-hari ada kalanya orangtua memberikan contoh prilaku bohong pada anak,
misalnya menjangjikan sesuatu, tapi kemudian tidak dipenuhi atau membujuknya
dengan berbohong seperti mengatakan: Ayo nak kita akan pergi membeli mainan
(padahal sebenarnya membawanya ketempat berobat). “Nak kemari ibu mau memberimu
sesuatu” (padahal sesungguhnya tidak bermaksud memberikan apapun), Mengapa
mengatakan demikian hanya sebagai cara agar anak segera datang menghadap.
Perilaku seperti itu pernah dikeritik oleh Rasullullah SAW, Sabdanya “Barangsiapa
berkata pada seorang anak kecil:”Kemarilah dan ambilah!” tapi kemudian tidak
diberikan apa-apa kepadanya, maka hal itu adalah suatu kedustaan.” (H.R.
Ahmad dan Ibnu Abi Dunya)
Orangtua pun kadang memaksa anak untuk
berbohong demi kepentingan mereka, misalnya ketika ada tamu yang tak berkenan
dihati, apalagi kedatanganya untuk menagih utang, orangtua berpesan kepada
anaknya: “Katakan, bapak (ibu) sedang tidak ada dirumah!”. Bagi orangtua
yang mendambakan memiliki buah hati yang jujur, sudah seharusnya meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Jika tidak, jangan pernah berharap benih
kejujuran itu dapat mekar dalam pribadi anak. Sumber Buletin Risalah Jum’ah:
no.314 th.VII. 5 Rabiul Awwal 1431 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar